Terapi Musik Untuk Penderita Stroke

1. Pengenalan terhadap Penyakit Stoke dan Gangguan-ganguannya.

Stroke merupakan salah satu penyakit kelumpuhan saraf yang paling banyak terjadi pada usia dewasa. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang di dunia terserang stroke setiap tahunnya. Mayoritas korban stroke dapat bertahan dapat bertahan untuk jangka waktu yang cukup lma setelah serangan pertama terjadi, dengan angka kematian tercatat sekitar 15 persen. Namun separuh dari jumlah penderita yang bertahan hidup dilaporkan mengalami ganguan saraf secara permanent, atau terganggu sebagian fungsi fisik dan kognitifnya.

Secara teknis dalam istilah medis stoke disebut sebagai cerebrovascular accident (CVA). Seragan stroke terjadi ketika suplai darah kebagian otak tiba-tiba terganggu. Sel-sel pada bagian otak yang terlambat menerima suplai oksigen kemudian mengalami kerusakan. Serangan semacam ini mengakibatkan kematian atau kerusakan. Serangan semacam ini dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan menahun (Wade dkk,1985). Kasus-kasu stroke pada umumnya diidentifikasi berdasarkan jenisnya, yaiutu apakah serangan tergolong ischemia atau intracranial hemorrhage. Pada ischemia yang terjadi adalah defisiensi darah pada suatu bagian, akibat konstruksi fungsional atau obstruksi pembuluh darah. Sedang pada intracranial hemorrhage yang terjadi adalah pendarahan di dalam kranium yang mungkin ekstradural, subdural atau serebral.

Fungsi Kognitif
Terminology fungsi kognitif bisa digunakan untuk menjelaskan berbagai kemampuan mental dan intelektual termasuk memori, perhatian, persepsi, dan kondisi kesadaran secara umum. Pada stroke tahap awal hamper 50 persen kerusakan menyebabkn perubahan tingkat kesadaran. Ada yang tidak sadar untuk jangka waktu panjang (coma); kebingungan, disorentasi atau tampak aphathetic dan lethargic untuk beberapa jam atau hari.

Komunikasi
Kebanyakan penderita stroke akan mengalami ganguan komunikasi mulai dari pemahaman bahasa, pembicara, membaca dan menulis, sampai penggunaan simbol dan isyarat dalam berkomunikasi. Menurut catatan, 90 persen maslah komunikasi terjadi pada penderita yang mengalami kerusakan pada otak kirinya, sementara 75 persen mengalami kerusakan pada hemisfer kanan. Tiga jenis gangguan komunikasi yang umum dialami, yaitu:

1. Aphasia berupa lemahnya kemampuan menggunakan bahasa sebagai akibat kerusakan otak. Pada receptive aphasia terjadi ketidakmampuan untuk mengolah, dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa sedangkan pada expressive aphasia klien dapat memformulasikan pikirannya dalam kata-kata.

2. Disarthria berupa gangguan bicara karena rusaknya system saraf yang mengontrol mekanisme produksi bicara termasuk struktur bernafas, meneguk, menyuarakan, dan menggerakan lidah, bibir, rahang, dan langit-langit mulut yang berguna untuk artikulasi dan resonansi. Penderitahanya berbicara secara monoton sengau karena kesulitan koordinasi napas dan bicara.

3. Apraxia adlah gangguan merencanakan dan memposisikan urutan kata secara tepat karena adanya gangguan pada otot bicara yang berkaitan dengan artikulasi kata-kata. Rangkaian suarabahasa yang disampaikan terganggu. Klien berusaha mengucapkan satu rangkain kata tetapi yang dihasilkan kacau.

2. Intervensi Terapi Musik pada Penderita Stroke
Terapi musik menawarkan teknik dan aktivitaskhusus yang ditujukan kebutuhan rehabilitasi terhadap aspek kognitif, komunikasi, fisik dan gangguan sosioemosional. Sebagai tambahanaktivitas musik juga menyediakan serangkaian pilihan utnuk mengintegrasikan penderita dalam kelompok terapi yang menggunakan musik. Dalam hal ini terapi musik menjadi upaya transdisiplin yang paling efektif dan sebagai fasilitator yang berorientasi pada pendekatan “paient oriented”.

a. Pengembangan Aspek Kognitif
Teknik terapi musik dalam kasus ini dapat dikelompokan ke dalam kategori: stimulasi sensorik, orientasi terhadap kenyataan, latihan memusatkan perhatian, latihan untuk mengasah ingatan, latihan perceptual, dan latihan pelaksanaan strategi. Materi tercatat banyak digunakan untuk memaksimalkan rangsangan sensorik. Hal ini terbukti ketika musik dicobakan dalam program stimulasi sensorik untuk memicu respons dari pasien koma. Dalam pemberian stimulasi, diberikan lagu yang dikenal pasien sebelum menderita stroke dengan maksud untuk membangkitkan reaksi.

Musik yang akrab dengan kehidupan pasien juga sering digunakan untuk tujuan relaksasi karena bersifat menenangkan, menurunkan tingkat kecemasan, serta membantu orientasi pasien dengan lingkungannya.persepsi birama, melodi, harmoni, dan pola dinamik dalam musik teruji sangat efektif. Atribusi musik ini dapat digunakan pada pasien kerussakan otak untuk melatih-ulang kemampuan pemusatan perhatian secara umum.

Musik juga dapat digunakan untuk membantu mengontrol perhatian dengan memfokuskan penderita stroke pada informasi fungsi non-musikal yang dihadirkan dalam bentuk lagu. Selain itu, musik juga dapat digunakan sebagai latar belakangstimulus untuk meningkatkan motivasi dan perhatian. Untuk tujuan tersebut, musik tidak haurs secara khusus dihadirkan sebagai stimulus utama.

Claussen & Thaut (1997) menyebutkan, penelitian tentang berbagai latihan untuk menggali memori sudah banyak dilakukan. Lagu dapat mengmbalikan ingatan subjek pada informasi penting seputar kehidupan klien. Namun jika persepsi auditorik klien juga rusak sebagai akibat serangan stroke, terapis musik harus membantu dengan menambahkan latihan auditorik memori dengan menggunakan materi musik.

b. Pengembangan Kemampuan Komunikasi
Aplikasi rehabilitasi wicara dan bahasa dalam musik terapi terdiri dari (1) Melodik Intonation Therapy (MIT), (2) stimulasi berbicara nonproposional, (3) kode bahasa ritmis, (4) terapi intonasi vocal, (5) bernyanyi dalam kerangka upaya terapeutik, dan (6) latihan motorik. Menurut kajian Neurologi, bernyanyi teruji mengaktifkan hemisfer kanan yang tidak rusak. Latihan-latihan yang dirancang dengan MIT menunjukan perbaikan reaksi pada sebagian fungsi otak, khususnya pada bagian bahasa yang noral di hemisfer kiri. MIT dilakukan dengan mencoba merangsang timbulnya spontanitas dan fungsi bicara. Untuk itu, frase dan kalimat sederhana dinyanyikan melalui melodi dan digunakan menyerupai pola intonasi bicara yang alamiah. MIT tepat untuk pasien aphasia yang memiliki auditori yang baik tetapi mengalami kerusakan ekspresi verbal (expressive aphasia).

Untuk pasien dysarthria. Terapis musik dapat membantu dengan mengaplikasikan latihan relaksasi khususnya untuk hidung bagian atas, leher, bahu, dan daerah kepala. Selain itu kontribusi penting dari terapi ini adalah pembentukan isyarat ritmis untuk mengontrol kecepatan bicara. Terpi ini juga dapat disertai dengan latihan pernapasann untuk mengembangkan dukungan napas dan sinkronisasi pernapasan regular dalam penyusunan kata-kata. Latihan vocal yang digunakan oleh penyanyi untk mencapai fonem yang baik dan resonansi dalam pengontrolan suara juga baik untuk penderita dysarthria. Latihan bernyanyi dengan kecepatan yang tepat, artikulasi, dan memperhalus intonasi melodi dan ritme bahsa akan meningkatkan kemampuan bahsa dan komunikasi klien agar layak didengar dan dipahami.

c. Peningkatan Kemampuan Fisik
Upaya mengembalikan fungsi fisik kepada pasien stroke dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu gerak kemusik dan gerak melalui musik.
• Pada metode gerak ke musik, musik digunakan sebagai pembuka, dan selanjutnya mengiringi pencatatan waktu terhadapisyarat-isyarat gerakan otot. Aspek terpenting adalah koordinasi gerakan dalam waktu yang tepat. Dalam hal ini terapis menggunakan musik sebagai stimulus dalam latihan fisik berdasarkan mekanisme fisiologis berikut:

1. Stimulasi pola sensorik: musik di organisir dalam pola irama. Mengikuti irama tidak hanya membantu klien untuk berlatih mensinkronkan waktu gerak sesuai ketukan, tetapi juga membantu terapis musik dalam perencanaan program yang disesuaikan dengan pola gerak klien.

2. Rangkaina ritmis: musik dirasakan melalui kepekaan auditorik. Ketika bertepuk tangan membunyikan sebuah irama misalnya, akan lebih akurat bila disertai suara pola irama tersebut. System monitorik sangat sensitive terhadap informasi dari system auditori.

3. Fasilitas audiospinal: suara dapat mengaktifkan system monitorik ndalam sisten saraf pusat. Untuk dapat merasakan suara, sel-sel saraf dalam system auditorik haurs aktif. Pengaruh paling besar yang dihasilkan oleh suara dalam memicu system monitorok adlah timbulnya gerak refleks yang mengejutkan. Melalui penyesuaian irama, otot akan aktif mengantisipasi gerakan secara tepat.

• Konsep gerak melalui musik berkenaan dengan memainkan alat musik untuk melatih fungsi fisik seperti jari, tangan, lengan, pundak, kaki dan oto monitorik pada fungsi bicara. Melalui pemilihan alat musik yang sesuai, gerak fisik tertentu yang rusak pada pasien dapat dilatih. Karena pasien menghasilkan pola musical selama latihan maka ketiga mekanisme gerakan di atas sangat sesuai. Namun demikian terdapat tiga tambahan mekanisme terapi yang menggunakan alat musik yaitu:

1. Arus balik auditori dan gerakan tertentu:
Bila dilakukan secara tepat, maka ketika pasien melakukan gerakan terapi menggunakan alat musik, mereka akan lansung merasakan arus baliknya. Nada atau ketukan musik yang dapat dilakukan dengan sempurna akan memberikan penguatan positif sehingga aka memperkuat orientasi sasaran kinerja geraknya.

2. Aspek efektif dan dorongan motivasi:
Mekanisme ini mengandalkan Therapeutic Music Experience, yaitu pemanfatan pengetahuan dan pengalaman musical klien, termasuk ketrampilannya dalam memainkan salah satu alat musik, sehingga ia akan menikmati permainan musik dalam terapi, alat musik karenanya menjadi sarana penting intuk menstimulasi dan memupuk motivasi dalam program rehabilitasi fisik.

3. Memori motorik:
Pola irama dan melodi yang dihasilkan pasien ketika berlatih dengan alat musik juga akan membantu mereka mengingat gerak otot yang menghasilkan pola musical.

Dalam praktik dilapangan, seorang terapis musik menggunakan seluruh mekanisme di atas untuk mengembangkan validitas saintifk dan teknik perlakuan yang efektif. Terapis musik dapat memberikan stimuli ritmis untuk mengembangkan pola berjalan pasien atau mengiringi latihan terapi fisik. Secara lebih khusu, terapis musik dapat mengendalikan gerak fungsional menggunakan alat musik. Misalnya latihan kibor bermanfaat untuk keterampilan jari; memaikan alat perkusi dapat melatih koordinasi mata tangan; menuntut koordinasi lengan dan tangan serta tubuh bagian atas; meningkatkan rentang gerak siku, bahu, pergelangan; atau meningkatkan kekuatan oto. Penting untuk melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan fisik pasien yang kemudian dicocokkan dengan alat musik yang membutuhkan posisi tertentu, agar sesuai dengan kemampuan fisiknya. Semua aplikasi tersebut secara sistematis dikelompokan dalam tiga kategori metode perlakuan berupa:

1. StimulasiRitmik Auditorik:
Sebuah teknik secar khusus memfasilitasi rehabilitasi geraska pada hakikatnya merupakan ritme biologis. Satu hal terpenting dari gerakan ritmis ini adalah cara berjalan, khusnya pada pasien stroke (Prassas et al., 1997) dan pasien cidera otak (Hurt et al., 1998)

2. Peningkatan pola sensorik:
Menggunakan aspek irama, melodi, harmoni dan dinamika untuk memberikan isyarat gerak temporal dan geran spatial yang merefleksikan latihan fungsional serta kehidupan sehari-hari. Metode ini lebih luas jangkauannya dari stimulasi ritmik auditorik karena selain diaplikasikan untuk gerak yang secara ritmis tidak alamiah (kebanyakan gerak lengan dan tangan, gerak berulang seperti memaki pakaian; peralihan dari duduk-berdiri), juga lebih dari sekedar memberikan syarat temporal.

3. Terapi Permainan Musik Instrumental:
Menggunakan aktivitas bermain musik untuk melatih dan menstimulasi pola-pola fungsi gerak. Alat musik serta pola permainan yang dapt dipilih dapat melatih gerak motorik kasar dan halus dengan penekanan pada rentang gerakan, daya tahan, gerak jari dan tangan, koordinasi anggota badan dan lainnya.

d. Mengatasi Gangguan Sosiemosional
Konsekunsi social dan emosi penderita cedera otka membuthkan perhatian ekstra dalam proses rehabilitasi. Terapi musik dapat membantu pemenuhan kebuthan sosiemosional ini melalui tiga cara.

Pertama, menurunkan tingkat kecemasan dan mengubah perasaan tertekan karena mengalami perubahan traumatis dalam kualitas hidupnya. Pengalaman musik yang menyenangkan dapat membantu relaksasi, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan kenyamanan suasana hati. Kedua, pengalam musik dapat digunakan membantu pasien mengatasi dan penyesuaian gaya hidup yang baru. Pasien harus dapat menemukan cara baru untuk mengatasi ketidakmampuan fungsionalnya. Hal ini dapat diatasi bila tingkat kehilangan harapan dan penyangkalan diri telah terlampaui. Dengan kata lain pasien harus harus mengarah pada gaya hidup baru dengan dengan menerima ketidak mampunannya dan mengembangkan cara daptif yang baru. Musik secara efektif dapat menjadi fasilitator dan katalisator dalam menorong pasien untuk mengsalami dan meng ekspresikan perasaan-persaan dan pikiran guna memberikan harapan dan motivasi. Ketiga, penglaman musin dapat digunakan untuk memenuhi kenutuhan interaksi social dan dukungan. Penting bagi pasien untuk menjadi anggota kelopok pendukung atau keluarga yang membantu usaha pemulihan. Terapi musik memberikan pengalaman interaksi social melalui aktivitas kelompok musik yang berorientasi pada kesenagan secara emosional.

Komentar

  1. Thanks for sharing. I hope it will be helpful for too many people that are searching for this topic. Keep posting and keep this forum a great place to learn things.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

zaman musik klasik

sejarah musik rock di indonesia